Langsung ke konten utama

Komentator

Selama kita hidup sering kali kita ketemu dengan orang atau malah jadi orang yang kerjaannya komentarin hidup orang lain. Segala yang orang lain lakukan salah aja di mata kita. Jadi teringat sama ceramahnya Ustadz Subhan Bawazir (lupa judulnya apa) tentang kisah seorang bapak sama anaknya yang mau jual keledai (atau kuda ya ?) ke pasar, kisah ini udah familiar sih. Jadi pada awalnya mereka memutuskan untuk membawa keledai tersebut dengan berjalan kaki, ketika di perjalanan mereka bertemu dengan seseorang yang bertertanya kenapa keledainya ga dinaikin aja padahal pasar masih jauh. Kemudian si anak naik keledai tersebut dan bapaknya berjalan di sebelahnya, ketika bertemu orang lagi, orang tersebut berkomentar "anak durhaka, badan masih muda dan segar malah naik keledai, bapak yang udah tua malah jalan kaki". Kemudian si bapak gantian naik keledai dan anaknya berjalan di sebelahnya, lalu orang berkomentar lagi "bapaknya tega yaa, tua-tua ga kasian sama anak masih kecil disuruh jalan". Dan terakhir ketika mereka berdua menaiki keledai tersebut, orang masih juga berkomentar "kejam banget bapak sama anak ini, keledai kecil kurus gitu dinaikin berdua". Kalau sudah gini solusinya apa dong ? digendong aja gitu keledainya ? Hahaha. Beginilah kalau hidup di dunia, kita pasti akan bertemu dengan orang yang tipe-tipe begini atau malah jadi orang yang tipe gini, selalu aja judge orang lain.

Ketika ada orang yang berubah jadi baik atau lagi belajar jadi baik, ada aja komentarnya, misalnya ada teman yang sekarang lagi belajar berhijab syari lalu dikomentarin (biasanya dalam hati atau ada juga yang ngomong langsung), paling-paling ini hijabnya pencitraan aja supaya laki-laki yang lagi digebet jadi terpana "duhhhh, sekarang dia udah berhijab syari, udah lebih baik". Atau ada juga yang komen "palingan ini setengah-setengah, ga istiqomah", dan masih banyak lagi komentar lain yang nyakiti hati. Padahal ya, kita ga pernah tau perjuangan orang buat jemput hidayah itu gimana, perjuangan orang buat tetap istiqomah itu gimana, dan kita ga pernah tau gimana babak belurnya orang buat berhijrah dan ninggalin maksiat, tapi kita (diri ini) yang ga tau apa-apa cuma bisa komentar aja, nilai orang negatif terus ini dan itu dan cenderung sok tau, padahal kita ini ga 24/7 sama orang tersebut dan kita ini ga pernah tau akan Kuasa Allah Subhana wata'ala yang memiliki hati manusia dan memberikan hidayah buat umat-Nya.

Kadang manusia itu (diri ini) jahatnya suka keterlaluan, selalu beranggapan orang yang pernah salah itu akan salah terus sampai mati, atau orang yang pernah jahat itu akan terus jahatin orang sampai mati. Padahal kita ini cuma manusia yang ga punya apa-apa dan ga sepatutnya menilai orang ini dan itu. Ketika ada orang yang berubah jadi lebih baik atau sedang belajar, doakan aja, kasih support supaya terus istiqomah, jangan malah kita scanning dan kita cari-cari kesalahannya terus. Ini juga pelajaran banget buat diri sendiri yang seringkali nyinyir sama kehidupan orang tanpa tau dulu a, b, c nya, walaupun tau kita tetap ga pantas buat jadi hakim buat hidup orang lain. Apalagi jadi hakim sama "proses" orang lain, kadang kita ga sadar sikap kita ini udah mematahkan semangat orang lain atau bikin orang lain sedih, padahal kita juga belum baik. So please, kalau emang diri kita punya ilmu lebih banyak atau diberi kenikmatan sama Allah selalu dikasih jalan yang lurus, doain dong saudaranya, kasih tau kalau dia salah dengan bahasa yang enak didengar, diajak dan didukung jangan malah dijadikan sasaran kekotoran hati kita. Pengingat diri banget nulis ini karena pernah mengalami ga enaknya dinyinyirin sama orang. Ketika mulai belajar agama dan memperbaiki penampilan dengan hijab yang lebih syari malah dibilang ini itu.

Walaupun orang lain salah kita tetap dilarang mencela dosa maksiat orang lain, ada sebuah hadist Ibnul Qayyim berkata:
“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” Beliau melanjutkan penjelasan bahwa dosa mencela saudaranya yang telah melakukan dosa itu lebih besar dari dosa itu yang dilakukan oleh saudaranya. Beliau berkata,“Engkau mencela saudaramu yang melakukan dosa, ini lebih besar dosanya daripada dosa yang dilakukan  saudaramu dan maksiat yang lebih besar, karena menghilangkan ketaatan dan merasa dirinya suci.” Para ulama sudah mengingatkan mengenai hal ini, terlebih mereka adalah orang yang sangat berhati-hati dan takut kepada Allah. Seorang ulama Ibrahim An-Nakha’i berkata,“Aku melihat sesuatu yang aku tidak suka, tidak ada yang menahanku untuk berkomentar dan membicarakannya kecuali karena aku khawatir aku yang akan ditimpakan masalahnya dikemudian hari.” .
Semoga kita (diri ini) bisa lebih baik lagi dalam bersikap dan terhindar dari penyakit hati, karena diri ini beribu-ribu kali belum baik, dan masih akan belajar lagi supaya jadi lebih baik di mata Allah Subhana wata'ala. Aamiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapan ?

Pertanyaan "Kapan?" akhir-akhir ini jadi sedikit horor, yang nanya nya banyak dan sedikit mengintimidasi Haha lebay banget dah ! Siapa yang sering ditanyain kapan nikah ? kapan nyusul ? mana suaranyaaaa ? Kalo gitu kita sama, jawab yang paling aman adalah " doain aja yaaa semoga segera". Tapi tau ga di balik kalimat "doain aja yaa" tersimpan banyak makna, tentu saja ketika saya bilang sama orang lain mohon doanya itu saya bener-bener minta didoain, bukan hanya sekedar basa-basi biar cepet selesai topik ini, kita ga pernah tau dari doa yang mana dan dari siapa doa itu akan Allah ijabah, bisa dari orangtua kita, sahabat kita atau siapapun yang doanya emang tulus sama kita. Kalau ditanya kapan nyusul, saya emang bingung jawabnya apa, karena semua urusan perjodohan, rejeki dan maut mutlak hak Allah. Jadi saya cuma minta doanya aja. Tentu saja menikah itu bukan ajang perlombaan cepat-cepatan, walaupun hati degdeg serr jugak wkwkwk, tapi sejauh ini mencoba melur

Untitled

Dalam hidup ada fase dimana kita bertemu dengan orang yang tidak baik sebelum bertemu dengan orang yang betul-betul terbaik untuk kita. Kehadiran mereka memang tak perlu disesali lagi adanya, karena yang telah terjadi memang yang terbaik apa adanya, tinggal bagaimana kita yang meyikapinya. Pernah sampai di suatu titik ingin rasanya menghapus orang-orang yang tidak saya inginkan dalam hidup saya, yang "menganggu" pikiran dan hari-hari saya dan yang menyusahkan saya hampir tiap saat kehadirannya. Tapi kemudian saya berpikir bahwa, bukan kuasa saya untuk bertindak seperti itu, saya hanya mahluk, hanya hamba, dan yang punya kuasa atas segala takdir tentu saja Allah. Pikiran-pikiran itulah yang membuat saya kembali melihat "apa yang ada pada diri saya", jangan-jangan memang bukan mereka yang harus saya bersihkan, tapi apa yang ada dalam diri saya yang perlu saya bereskan. Selama hidup kita tentu akan bersinggungan dengan orang lain yang tidak pernah kita tau mereka seper